Rock 'N Roll

Rock 'N Roll

Jumat, 22 Agustus 2008

Pensil


P E N S I L


Amara, si gadis mungil berusia hampir sebelas tahun. Matanya sangat bening dengan rambut keriting tebal berwarna gelap. Seolah dua bola matanya yang bening itu laksana bintang – bintang gemerlap yang berada di bawah hitamnya malam. Ia sangat manis dan menggemaskan bagi setiap orang yang dekat dengannya. begitu pula dengan neneknya yang pada malam itu sedang mengrejakan sesuatu di kamarnya. Neneknya begitu terlihat senang ketika dengan tiba – tiba Amara mengetuk pintu dan menerobos masuk menemui dirinya.

“Amara..!?” sapa neneknya kaget.

“Kamu belum tidur sayang..?” tambahnya lagi dengan maksud bertanya pada Amara yang langsung memeluk dirinya.

“Belum nek…” jawab Amara sambil terus menyusupkan kepalanya di pangkuan neneknya yang masih terduduk disebuah kursi.

Nenek itu kemudian mengelus – elus kepala cucunya dengan sayang.

Nenek sedang mengerjakan apa?” Tanya Amara sembari bangkit.

Nenek sedang menulis..” Jawab neneknya lembut.

“Nenek sedang menulis tentang Amara ya?” Tanya Amara lagi.

“Iya sayang, nenek sedang menulis tentang kamu.” Jawab neneknya lagi.

Tapi juga ada yang lebih penting dari itu.” Tutur neneknya.

“Apa itu nek?” Tanya Amara penasaran.

“Mengenai pensil yang sedang nenek gunakan saat ini.” Kata neneknya.

Sesaat Amara memperhatikan pensil yang ada di tangan neneknya. Dia berfikir pensil itu sama sekali tidak memiliki keistimewaan. Baginya pensil itu serupa dengan pensil – pensil lain yan sering ia temukan sehari – hari. Lalu kenapa neneknya berkata bahwa pensil itu menjadi hal yang lebih penting?.

Amara sama sekali tidak mengerti yang dimaksudkan oleh neneknya itu. Hingga pada akhirnya sang nenekpun mulai berbicara untuk menjelaskan pada cucunya.

Ketahuilah sayang, ada lima hal yang harus kamu teladani dari pensil ini.”

Yang pertama, pada saat kita menggunakan pensil ini, kita harus mengetahui bahwa pada setiap gerakannya akan meninggalkan jejak. Dan nenek berharap kamu juga akan bersikap seperti pensil ini. Yaitu selalu memperhatikan gerak – gerik kehidupanmu saat dewasa nanti. Sehingga setiap yang kamu lakuakan dapat meninggalkan jejak yang baik bagi kehidupan.”

Yang kedua, semakin lama pensil ini kita gunakan maka ujungnya akan menjadi tumpul. Maka pensil ini butuh diraut. Meskipun dalam setiap rautannya menimbulakan luka, namun pensil ini pada akhirnya akan menjadi lebih tajam. Dan nenekpun berharap kamu akan seperti pensil ini saat kamu dewasa, yang nanti bisa menyadari saat dalam perjalanan hidupmu mendapatkan cobaan dan ujian. Meskipun rasanya terlalu sakit, namun tujuannya adalah supaya kamu lebih cerdas dalam mensikapi ikhwal kehidupanmu selanjutnya. Maka bersabar dan tawakkallah”.

Yang ketiga, pada saat kita menggunakan pensil ini dan terdapat kesalahan, maka kita butuh penghapus atau penyetip untuk memperbaikinya. Dan nenek berharap kamu juga dapat mengkoreksi diri dan cepat memperbaikinya saat melakukan kesalahan-kesalahan dalam kehidupmu nanti.”

Yang keempat, dari pensil ini yang paling utama kita butuhkan adalah isinya untuk menulis dan menggambar, bukan kayu bagian luarnya. Maka perhatikan apa – apa yang ada dalam diri kamu. Karena itu sesungguhnya yang akan menjadi kwalitas diri kamu nanti.”

Yang terakhir kamu juga harus ingat, bahwa bergeraknya pensil karena dibimbing oleh tangan. Sama seperti hidup kita yang setiap detiknya digerakkan oleh kuasa Tuhan. Maka jangan sekalipun kamu melupakanNYA.”

Saat neneknya usai berkata – kata, Amara yang sedari tadi hanya terdiam mendengarkan kini ia terlihat kembali menengelamkan wajahnya yang mulai sayu dalam pangkuan neneknya itu. Lalu dengan penuh perhatian sang nenekpun membelai – belai cucunya itu hingga tertidur.

* * *

Jam di dinding menunjukkan pukul setengah Sepuluh malam. Amara baru saja diletakkan oleh neneknya di tempat tidur yang nyaman. Selimut tebal warna salju sudah memeluk Amara dengan rapih. Sesekali nenek itu membetulkan letak leher cucunya yang bertumpu pada bantal yang bercorak bunga – bunga sakura. Lalu ciuman kecil di kening gadis itupun akhirnya disampaikan sebagai ucapan salam sang nenek yang merindukan cucunya menemui mimpi yang terindah.

Selamat malam Amara..!”. Bisik sang nenek sebelum meninggalkan kamar Amara untuk melanjutkan pekerjaannya kembali.


* * *


(Kado Ulang Tahun)

Adhe

Boarding House, 12 August ‘08

1 komentar:

Mochammad Said mengatakan...

salam kenal. Sungguh sebuah kisah yang menyentuh dan penuh makna kehidupan. Semoga kita mampu mengambil hikmah di balik cerita tersebut.